sekar 💐

Mengandung Ketiadaan

Postingan ini diedit 1 minggu, 2 hari yang lalu.

Tulisan ini adalah review buku Diary of A Void (Kushin Techo) karya Emi Yagi yang diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia oleh Asri Pratiwi Wulandari, diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada Februari 2024.

Shibata adalah perempuan kantoran berumur 30 tahunan. Dia hamil tanpa sengaja demi mendapatkan hak dan kewajiban dasarnya sebagai seorang pegawai di perusahaan tabung kertas. Sesederhana tidak menjadi "pesuruh" saja sebenarnya. Dia hanya ingin mengerjakan pekerjaannya saja tanpa harus membuat kopi, membersihkan gelas kopi, membagi-bagikan bingkisan parsel, dan menyortir surat ucapan.

Kehidupannya sangat biasa untuk ukuran perempuan kantoran: bekerja, pulang larut, hidup sebentar (yang kebanyakan istirahat untuk bersiap kerja), lalu bekerja lagi. Tapi satu kalimat di halaman 5 yang membuatnya hamil dadakan menjadikan dia perempuan kantoran ✨istimewa✨. Dia pulang tepat waktu, bisa makan tiga kali sehari dengan sehat, bisa belanja sayur-mayur yang masih segar, dan punya kehidupan yang jauh lebih berwarna. Dia hamil di halaman 5.

Hamilnya bohongan sih, tapi di buku ini dibuat seakan-akan dia beneran hamil karena judul setiap babnya adalah "Kehamilan Minggu ke-sekian" dan tidak selalu urut setiap minggu dia bercerita. Perutnya juga selalu disamakan dengan buah-buahan untuk menggambarkan besar janin yang ada dikandungannya. Shibata menemukan janinnya untuk pertama kali di halaman 34.

Karena hamil, Shibata juga jadi hidup dengan sehat. Dia makan sekenyang perut dan perasaannya, lalu berjalan kaki sebagai olahraga, kemudian bergabung dengan ibu-ibu hamil (beneran) lainnya untuk olahraga aerobik. Disini Shibata menemukan teman-teman baru. Kehidupan sosialnya juga jadi jauh lebih berwarna. Menurutku, dia jadi lebih sehat dan berbahagia di bagian ini. Pemikirannya juga random tapi masih menyenangkan untuk dibaca.

Sebelum dia bertemu dengan teman-teman bumilnya, pemikiran Shibata bernada negatif dan pesimistik. Meskipun dia masih sama sendiriannya. Walau dia masih punya keluarga dan teman-teman diluar kelas olahraga aerobik itu, Shibuta justru lebih sering menghabiskan waktunya untuk menonton film. Saking banyaknya film yang dia tonton sampai-sampai dia bilang,

Tanpa aku mengerti apa yang terjadi, berbagai tokoh datang dan pergi di layar.

Dan dia masih hamil. Setidaknya dia merasa dia hamil. Kalau membaca potongan-potongan narasi Shibata, pembaca akan merasa kalau dia beneran hamil. Dia berpikiran, berperilaku, dan menjadi seorang ibu hamil.

aku memiliki tempatku sendiri, meski cuma kebohongan. Kebohongan yang cuma bisa dimasuki satu orang, tapi tidak apa-apa. Kalau aku terus menyimpan kebohongan itu di dalam dada dan terus melantunkannya, mungkin saja dia akan membawaku ke tempat lain secara tidak terduga. Pada saat itu, mungkin diriku dan dunia telah sedikit berubah.

Tapi yang bikin aku bingung adalah saat dia USG dan dokternya sampai bisa ngefoto janin Shibata. Itu aku bingung banget, kok bisa???? Padahal kan perutnya cuma disumpel syal dan barang-barang lainnya.

Anyway, diluar itu, aku suka dengan pemikiran feminis yang ada disini. Bahkan ada beberapa lembar teriakan hati seorang ibu muda tentang sulitnya mengasuh seorang anak sekaligus digampangin sekaligus menjadi makhluk sosial yang sebaik-baiknya. Aku juga suka dengan respon Shibata akan keluhan itu, karena menjadi seorang perempuan, istri, dan ibu adalah pengalaman pribadi yang sama sekali tidak bisa "dirasakan" oleh orang lain. Bahkan oleh perempuan, istri, atau ibu lain.

Satu hal yang aku salut di dunia Shibata ini adalah penerimaan orang-orang disekitarnya akan ibu tunggal seperti Shibata. Meskipun tidak diperlihatkan reaksi teman-teman dekat dan keluarganya, kebanyakan orang-orang disekitar Shibata menghormati (atau setidaknya nggak mencibir di depan Shibata langsung) keadaan dia yang hamil tanpa didampingi seorang suami.

Dari segi penulisannya, aku sangat suka dengan kerandoman penulis. Kadang sedang ngomongin apa eh tetiba loncat kemana. Menariknya, loncatan itu tidak terasa aneh, justru menambah kesan manusiawi tokoh Shibata. Nada pemikiran Shibata juga menurutku sangat normal dan sangat masuk akal. Cuma memang aku ngerasa tokoh Shibata kurang nge-feel sebagai seorang manusia. Tapi aku suka dengan tokoh-tokoh seperti itu hehehe

Kalau disuruh merangkum buku ini dalam satu kalimat, aku akan bilang: "Ini Keiko Furukura versi lebih nekad dan imajinatif." Perasaanku waktu baca buku ini sangat mirip dengan waktu baca buku Convinience Store Woman karya Sayaka Murata.

Aku baca buku ini dalam sekali duduk sambil menikmati hujan yang bervariasi dari gerimis sampai sangat deras sewaktu aku menulis review ini.

|

#book #log