Tiba-Tiba Aku Tidak Bisa Pakai Sendok untuk Makan Mie
Postingan ini diedit 23Β jam, 8Β menit yang lalu.
Aku jarang pakai tangan untuk makan.
Maksudnya, makan pakai tangan dengan jari jemari langsung itu. Seingatku sudah nyaris lebih dari 5 tahun aku nggak pakai tangan untuk makan nasi. Mungkin kalau makan pecel atau lotis gitu masih pakai tangan langsung, selainnya, jarang. Kadang makan snack pun aku pakai sumpit.
Ada suatu masa ketika aku selalu pakai sumpit untuk makan, memasak, dan mengaduk minuman (ehh.. yang terakhir agak jorok, tapi maklumilah orang muda ini).
Sempat dikira aku terlalu gandrung dengan Korea, jadi bahkan sampai ngikutin cara mereka makan. Sebenernya alasannya bukan itu sih, tapi menurutku kegandrunganku akan konten dari negeri ginseng itu menyumbang peran juga.
Pertama kali aku tahu ada benda bernama sumpit yang bisa digunakan untuk memperpanjang tangan adalah umur 6 tahun-an. Bapakku dulu pembuat sumpit paling presisi di kumpulan pengrajin lintas dua provinsi. Beberapa kali juga sempat mengerjakan proyek sumpit dan tatakan sumpit untuk diekspor. Intinya, sumpit yang aku tahu diawal tumbuh kembangku bukan yang kaleng-kaleng. Presisi, beratnya benar-benar diukur harus sekian gram, dan pengerjaannya halus. Seingatku, kayu yang dipakai juga harus khusus. Tapi itu pengetahuan cetek ku saja karena aku hanya mengamati Bapak dan hasil kerjanya.
Sayangnya beliau sekarang sudah pensiun sebagai pengrajin. Tapi beberapa karya sumpitnya masih ada yang tertinggal sampai sekarang, 20 tahun kemudian. Aku sendiri jarang melihat Bapak dan Ibu pakai sumpit untuk makan. Tapi entah bagaimana, sejak kecil aku dan adik-adikku bisa dengan natural menggunakan sumpit untuk mengambil sesuatu. Tapi cuma bisa kalau pakai sumpit buatan Bapak. Selain pakai sumpit buatan Bapak, kemampuan menyumpitku sama sekali tidak ada bedanya dengan kemampuanku menggunakan pisau dan garpu untuk makan. Kikuk, aneh, dan sama sekali tidak efektif untuk makan.
Sampai sekarang, aku masih pakai sepasang sumpit kayu yang kehilangan tatakannya untuk makan apapun. Nasi, mie, snack, salad, lotek, dan lainnya. Kadang aku pakai untuk goreng menggoreng juga. Tapi tidak lagi untuk mengaduk minuman (aku udah semakin dewasa aja, lebih mikir). Kalau ada satu sumpit yang kehilangan pasangannya, aku juga pakai untuk menusuk rambut.
Aku pakai sumpit karena itu alat makan yang paling aku hargai untuk saat ini. Aku ingat betapa kerasnya Bapak bekerja untuk membuat sepasang sumpit saja. Kerja kerasnya 20 tahun lalu terbayar dengan kualitas sumpit yang mampu menahan penggunaan ekstrim anaknya ini. Dari segi penggunaan dan perawatanpun aku juga lebih suka sumpit karena jauh lebih mudah dibersihkan dibanding sendok dan garpu dan tangan.
Aku menyadari kalau tanganku ini suka usil, dari makan cemilan langsung ambil project knitting atau bookbinding, lalu meratapi betapa bodohnya aku. Makanya sejak aku suka melakukan kedua hobi itu, aku jadi sangat jarang pakai tangan langsung untuk makan. Semata-mata demi menjaga emosiku ke diri sendiri saja.
Tapi kemudian aku lupa caranya pakai sendok.
Barusan aku makan mie instan yang nggak instan-instan amat pakai sendok. Disitu aku bingung, gimana caranya orang makan mie pakai sendok. Kan nggak bisa dijepit. Kalau dipotong-potong apa bedanya dengan makan makroni. Kalau disendok juga kepanjangan.
Lalu, aku menyendoknya. Terus jatuh.
Yah, butuh beberapa kali percobaan. Hasilnya aku makan dalam kurang dari 20 suapan mi instan. Alias suapannya besar-besar dan bikin perutku kaget sampai sekarang.
Aku nggak tahu kenapa aku menulis sebanyak 3440 karakter tentang sumpit dan sendok. Padahal perutku masih kaget dan kesulitan mencerna makanan yang datang tiba-tiba. Tapi udah terlanjur aku tulis.
Sampai sini, satu-satunya alasan kenapa aku nulis ini adalah aku baru sadar kalau keputusan sekecil ambil sendok untuk makan saja bisa memengaruhi kinerja perutku. Selain itu, aku juga baru sadar betapa aku menyayangi dan membanggakan Bapakku sebagai seorang Bapak.
Karena aku pernah bilang ke Bapak kalau aku tidak ingin punya suami seperti Bapak. Tapi aku belum bilang ke beliau kalau aku amat sangat bangga punya Bapak seperti Bapak.
Aku juga belum pernah bilang kalau aku selalu dan akan selalu mengingat Bapak setiap kali makan pakai sumpit. Dan mungkin, setiap kali makan, karena Bapak selalu iyik dengan makanan wkwkwkwk
(ο½οΏ£β½οΏ£)ο½( β’Μ Ο β’Μ )β§[](οΏ£β½οΏ£)*
Ada komentar atau mau ngobrol iseng denganku? Boleh email aku disini.