sekar πŸ’

Kamu yang Lambat

Sepanjang ingatanku,

kalimat kedua yang aku ucapkan sejak kita berkenalan adalah, "Kenapa kamu begitu lambat?" lalu kamu tersenyum dan tetap lambat.

Kamu yang begitu lambat kala itu sangat menggangguku yang selalu ingin di depan. Bagiku, kamu menjadi penghambat langkahku. Saat itu, aku mencoba membuatmu mempercepat langkah. Tapi aku tidak pernah berhasil.

Kita tidak pernah berbicara.

Tapi aku suka melihatmu bertingkah.

Jadi aku tahu beberapa hal darimu hanya dengan melihat tingkahmu.

Selama aku mengamatimu, aku mengerti bahwa meskipun kamu lambat, kamu sangat berhati-hati dalam melangkah. Kamu memberiku arti lain dari "lambat". Bagiku dulu, lambat adalah sesuatu yang tertinggal, tertunda, tidak bergegas, membosankan, dan tidak pernah maju. Bagimu, lambat adalah sesuatu yang menenangkan, tetap, pasti, dan terukur. Bagiku sekarang, lambat menjadi sesuatu yang menyenangkan, menarik, pasti, menggembirakan, bahkan menjadi tujuan.

Betapa kamu bisa mengubahku menjadi demikian hanya dengan tingkahmu.

Kamu mungkin tidak akan ingat apa tingkahmu yang bisa mengubahku sedemikian ini.

Biar aku tulis dalam keabadian;

kamu menulis, kamu berjalan, kamu melihat, kamu tersenyum, kamu datang selalu terlambat, kamu makan, kamu berbincang, dan kamu selalu aku tunggu

itu yang membuatku berubah dalam memandang "lambat".

Kita mungkin tidak bisa sama memandang lambat, karena meskipun kamu lambat, aku tahu kamu punya arti lain. Tapi, apa salahnya berbeda dalam memandang sesuatu? Bahkan saat sejoli menengadah ke langit pun mereka tidak akan melihat hal yang sama, bukan? Meskipun demikian, mereka tetap sejoli.

Kita mungkin bisa menjadi sejoli itu.

11 Juni 2020

#fiction #surat-cinta